Tuesday, May 8, 2012

Diskusi tentang implikasi pola asuh orangtua dan pendidikan agamaterhadap proses pendidikan - Psikologi Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan dikemudikan oleh orang tua. Alam mempercaykan pertumbuhan serta perkembangan anak peda mereka pada mereka.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak memperoleh pendidikan untuk yang pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari.
Sebagaimana dikemukakan yang diungkapkan oleh ( Dra. Kartini Kartono 1992, hlm 19), “keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk social. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak”.
Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu problem yang amat menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak-anaknya yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara kehidupan dan kesehatannya serta mendidiknya dengan ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh anak adalah tugas kedua orangtuanya.
Pengertian mengasuh anak adalah mendidik, membimbing dan memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihannya, atau pada segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai batas bilamana si anak telah mampu melaksanakan keperluannya yang vital, seperti makan, minum, mandi dan berpakaian (Umar Hasyim 1993 Hal 86). 
Dalam mencapai tujuan pendidikan tidak hanya bergantung pada proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Keluarga dan masyarakat juga sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bekerjasama dengan baik dalam mengupayakan tercapainya tujuan pendidikan. Keluarga berperan dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina  kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam masyarakat Dalam perkembangannya istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. ( Umar Hasyim 1993, Hlm 84) Dengan demikian pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok untuk membina seseorang sesuai dengan norma dan kebudayaan dalam masyarakat.
Keluarga sendiri merupakan tempat pertama dan terdekat dari anak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam keluarga anak akan mendapatkan adab kemanusiaan yang berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga dan yang diberikan oleh orang dalam keluarga akan sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya.





B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalahan yang dapat ditarik adalah :
a.       Apa pngertian pola asuh orang tua?
b.      Apakah tipe pola asuh orangtua ?
c.       Apakah macam-macam pola asuh orangtua ? 
d.      Bagaimana implikasi pola asuh orang tua terhadap pendidikan seorang anak ?
e.       Bagaimanakah peran agama terhadap pendidikan ?
C.     Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penuliasan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran  implikasi pola asuh orang tua dan pendidikan agama terhadap proses pendidikan  serta keterkaitan pola asuh orang tua terhadap kelangsungan pendidikan seorang anak baik itu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah  kami mengharapkan pembuatan makalah kami dapat bermanfaat bagi pembaca, menambah pengetahuan dan wawasan baru serta menjadi acuan bahwa penerapan pola asuh orang tua dan implikasinya terhadap pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap masa depan anak.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pola Asuh Orang tua
1.      Pengertian Pola Asuh Orang tua
Setiap orang menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian yang baik, Sikap mental yang sehat dan sikap yang terpuji. Orangtua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi  teladan yang baik bagi anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh (Zakiyah Daradjat, 1996, Hlm 56 )  bahwa “Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh.
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Menurut Kamus Besar Indonesia, “pola corak, model, model, system, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.
Sedangkan kata “asuh dapat diartikan menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih Dan memimpin) badan atau lembaga. Lebih jelasnya kata asuh mengcakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.
Pengasuhan menurut (Schochib,2000,hlm 15) adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing,memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud disini adlah mengasuh anak. Menurut darajat mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode pertama sampai dewasa.
Pola asuh orang tua  yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Dengan pengertian diatas dapat dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antar anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, mengbimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma  yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat.
Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002, hlm. 86).
         Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak.
Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Brown (1961: 76) yang mengatakan bahwa keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Jadi, pola asuh orang tua secara mendetail adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap Paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
B.     Tipe pola asuh orangtua
Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknyayang berbeda-beda, karena orangtua mempunyai pola pengasuhan tertentu (Tarmuji,1991).
Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi yaitu Directive behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah dimana orangtua menguraikan peran anak dan memberithau anak apa yang mereka lakukan dimana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas. Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak (Shochib,2000,117).
Menurut Bernhard (1964: 31) sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orangtua sangant berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anaknya. Orangtua juga dapat merealisasikan dan menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati anak-anak agar memiliki dasar-dasar dalam pengembangan diri.
Dengan upaya ini berarti oarng tua merealisasikan undang-undang No.11 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional (UUSPN)yang menyebutkan pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mengcakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang mengdukung kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.

C.     Macam-macam Pola Asuh Orang tua
Pendidikan dalam keluarga perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dengan mengetahui dan mencari pola asuh yang tepat bagi anak-anaknya, antara lain :
a.       Pola Asuh Otoritative (Otoriter)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan sewenang-wenang”. Menurut (singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, 1995, Hlm 87)  pola asuh otoriter adalah suatu bentk pola yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri.
Menurut Baumrind (1991) (dalam Parke & Locke, 1999) pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan oarngang tua atau control yang ditujukan kepada anak untuk mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, dictator, dan memaksa anak untuk patuh terhadap aturan-aturan yang diberikan oleh orangtua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan dibalik aturan tersebut, serta cenderung mengekang keinginan anaknya.
Adapun ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah (Kartini Kartono,1997  Hlm 19 ) :
1)      Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
2)      Orang tua cenderung mencari keslahan-kesalahn anak dan kemudian menghukumnya.
3)      Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak.
4)      Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang.
5)      Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
6)      Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksa.
7)      Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.

Efek pola asuh otoriter terhadap perilaku belajar anak (Syamsu Yusuf  LN, 2005, Hlm 25) :
1)   Anak menjadi tidak percaya diri, kurang spontan, ragu-ragu dan pasif, serta memiliki masalah konsentrasi dalam belajar.
2)   Anak menjalankan tugas-tugasnya hanya karena takut hukuman
3)   Disekolah, memiliki kecenderunagn berperilaku anti social, agresif , impulsive dan perilaku mal adatif lainnya.
4)   Anak perempuan cenderung menjadi dependen.
5)   Anak merasa tidak bahagia, tidak terlatih untuk beriinisiatif, selalu tegang, cenderung ragu.
6)   Anak tidak mampu menyelesaikan permasalahan atau problem solving-nya kurang.
b.         Pola Asuh Autoritatif  (Demokratis)
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bercirikan adanya hak dan kewajiban orangtua dan anak adalah sama dalam artian saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab dan menentukan perialakunya sendiri agar dapat berdisiplin.
Menurut shochib (dalam yuniati,2003) orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan tersendiri dalam hokum untuk menegembangkan kedisiplinan. Pola asuh demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan kognitif.
 Orangtua juga memprioritaskan kepentingan anak dan membimbing anak kearah kemandirian. Hal ini dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Sebagaimna hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang berbunyi :
“Sesungguhnya Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala urusan” (H.R Bukhari)
Adapun cirri-ciri pola asuh demokratis adalah :
1)      Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alas an-alasan yang diterima.
2)      Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.
3)      Memberikan bimbingan dengan penuh perhatian
4)      Dapat menciptakan keharmonisan keluarga
5)      Dapat menciptakan suasana komunikatif antar orangtua dan anak serta sesame keluarga.

Efek Pola asuh autoritatif terhadap perilaku belajar anak (Muhammad shocib 1998 Hlm 6) :
1)        Anak lebih mandiri,tegas terhadap diri sendri dan memiliki kemampuan introspeksi serta pengendalian diri.
2)        Mudah bekerjasama dengan oranglain dan kooperatif terhadap aturan.
3)        Lebih percaya diri akan kemampuannya menyelesaikan tuga-tugas.
4)        Merasa aman dan menyukai serta semangat dalam tugas-tigas belajar.
5)        Memiliki keterampilan social yang baik dan terampil menyelesaikan permasalahan.
6)        Tampak lebih kreatif dan memiliki motivasi berprestasi.
Menyepakati pola asuh yang paling efektif dalam keluarga adalah penting, karena pola asuh pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang akan melandasi kepribadiannya dimasa yang akan datang.
c.       Pola Asuh permissive (Pemanjaan)
Segala sesuatu terpusat pada kepentingan anak, dan orangtua/pengasuh tidak berani menegur, takut anak menangis dan khawatir anak kecewa. Terkadang orang tua melakukan segala hal yang diinginkan oleh anaknya tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi terhadap anak tersebut.
Ciri-ciri pola asuh permissive (pemanjaan) (Thomas Gordon,1994 Hlmn 127)
1)      Adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya.
2)      Anak terkadang egois.

Efek Pola Asuh Permisive terhadap perilaku belajar anak (Malcom Hardy 1986 Hlm 131) :
1)      Anak menjadi tanpak responsive dalalm belajar, namun kurang matang (manja), impulsive dan mementingkan diri sendri, kurang percaya diri (cengeng) dan mudah menyerah dalam menghadapi hambatan atau kesuliatan dalam tugas-tugasnya.
2)      Tidak jarang perilakunya disekolah menjadi agresif.
d.      Pola Asuh Indulgent (penelantaran)
(Muhammad shocib 1998 Hlm 6) Efek Pola Asuh Indulgent / Laissez Faire (penelantaran). Pola asuh seperti ini sendiri menelantarkan anak secara psikis, kuarang memperhatikan perkembangan si anak, anak dibiarkan berkembang sendiri tanpa megawasi perkembangan anak, orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri karena kesibukan.
(Soegarda Poebakawatja,1976 Hlm 163) Kata laissez faire berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membiarkan (leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu system dimana si pendidik menganut kebijaksanaan non interference (tidak ikut campur).
Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai mahluk hidup berpribadi bebas,  anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat sesuai dari hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diinginkannya . kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh-tak acuh terhadap anaknya.
Ciri-ciri pola asuh Indulgent/Laissez faire (penelantaran)
1)      Anak bersifat nakal, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan.
2)      Acuh tak acuh atau cuek terhadap segala hal yang menyankut tentang dirinya.

(Paul Hauck,1889 Hlm 50-52) Efek dari pola asuh Indulgent/ Laissez faire (penelantaran)
1)      Anak dengan pola asuh ini paling potensial terlibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan narkoba, merokok disusia dini dan tindak kriminal lainnya.
2)      Impulsive dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi pada suiatu aktivitas atau kegiatan.
3)      Anak memiliki daya tahan terhadap frustrasi rendah.
Terdapat pula tipe pola asuh menurut Haersey dan Blanchard (1978) (dalam Garliah &Sary,2005),terdiri dari empat tipe yaitu :
1)      Telling
Perilaku orangtua yang directive-nya tinggi dan supportive rendah disebut dengan telling. Karena dikarakteristikkan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dengan anak. Dimana orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa, bagaiman, kapan dan dimana anak harus melakukan berbagai tugas.
2)      Selling
Perilaku orangtua yang directive dan supportive tinggi disebut dengan selling. Karena sebahagian besar arahan yang ada diberikan oleh orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan serta dorongan.
3)      Participating
Perilaku orangtua yang directive-nya rendah dan supportive tinggi disebut participating, karena orangtua dan anak saling membagi  dalam membuat keputusan melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan dan membuat kesepakatan dengan orangtua pap yang harus dilakukan.
4)      Delegating
Perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah disebut dengan delegating, karena meskipun orangtua tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan kapan, dimana, dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.

D.    Peran Keluarga dan Implikasinya Dalam Menyukseskan Pendidikan
(Ahmadi Sofyan 2002 Hlm 75) Peran keluarga terhadap pendidikan mungkin tidak terlalu signifikan bagi sebagian anak, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga. Betapa tidak banyak anak yang mengalami tindakan penyimpangan akibat tidak adanya penaungan, bimbingan, dan himbauan dari keluarganya. Didalam keluarga tercermin jalinan kasih cinta dalam ikatan emosional, darah dan kekerabatn yang sangat mendominasi (Dedi Sugiyono 2009).
Paparan tersebut keluarga diibaratkan percetakan akan menjadi apa hasil cetak tersebut sesuai dengan percetakannya, begitu pula dengan keluarga akan menjadi apa seorang anak kelak sesuai dari hasil asuhan keluarganya. Sebagian orang secara tidak sadar mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalh sekunder, alias hanya sebagai pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal telah didapatkan dibangku sekolah. Logika ini tidak saja keliru secara etis, Tapi juga patut dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Faktanya, keluarga justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolah.
(Arisandi 2011) Peran orang tua dalam menyukseskan pendidikan anaknya antara lain dengan tidak melakukan tindakan pengekang terhadap anaknya. Hal ini dikarenakan anak kita bukanlah kita akan tetapi anak telah memiliki dunianya sendiri. Orangtua hanya perlu melakukan pengarahan dan pengawasan terhadap anak. Pada fase remaja, anak akan membutuhkan pengarahan dan pertimbangan dari kedua orangtuanya untuk maslah kelanjuta pendidikannya. Disinilah orangtua perlu berperan dalam pemilihan tempat pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kepribadian anaknya tanpa perlu pemaksaan kehendak kepada anak.
Pada fase remaja, anak akan membutuhkan pengarahan dan pertimbangan dari kedua orangtuanya untuk maslah kelanjutan pendidikannya. Disinilah orangtua perlu berperan dalam pemilihan tempat
Pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kepribadian anaknya tanpa perlu pemaksaan kehendak kepada anak. Dari beberapa referensi yang kami dapatkan maka kami akan mengelompokkan beberapa fungsi atau implikasi keluarga/orangtua dalam mendukung pendidikan anak disekolah.
Fungsi keluarga/orangtua dalam mengdukung pendidikan anak disekolah adalah sebgai berikut (Laurence Steinberg, 10 Basic principles of Good Parenting 2005 Hlm 24) :
1)      Orangtua dapat bekerjasama dengan pihak sekolah untuk membantu proses perkembangan anak
2)      Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orangtua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orangtua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama disekolah.
3)      Orangtua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak
4)      Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.
5)      Orangtua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan diikuti oleh anak dan mendampingi selama menjalani proses belajar dilembaga pendidikan.

Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orangtua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan.
Artinya orangtua memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan tujuan pendidikan.




E.     Peran Agama dan Implikasinya Terhadap Proses Pendidikan
b.      Pengertian Pendidikan Agama
   Sebelum dijelaskan tentang pendidikan agama maka terlebih dahulu akan dikemukakan satu persatu tentang penegrtian pendidikan dan pengertian agama.
Sesuai dengan Undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 yang berbunyi : pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadiannya untuk membina potensi-potensi dan pribadinya.  ( Ikhsan Faud, Dasar-Dasar pendidikan hal : 7).
Istilah agama memiliki dua macam pengertian yaitu secar bahasa dan sevara istilah. Pengertian agama menurut bahasa sansekerta yang artinya  haluan, peraturan, jalan atau kebaikan kepada tuhan. Agama bersumber dari dua kata yaitu :
·         A            : yang berarti tidak
·         Gama     : yang berarti kacau balau, tidak teratur
Jadi agama artinya adalah tidak kacau atau teratur.
c.       Peran pendidikan agama terhadap terhadap proses pendidikan
Pendidikan yang ideal dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan serta berupaya merekonstruksi suatu peradaban adalah salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Hal ini merupakan pekerjaan wajib yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya jadi lebih baik dari masa kemasa (Ramayulis 2008 Hlm 64 .
Kesemuanya itu tidak luput dari peran ilmu agama sebagai bentuk karakteristik dan mental peserta didik yang berbudi luhur. Sehingga, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan teknologi, aspek-aspek materi (hasil-hasil teknologian) dan kemajuan-kemajuan lainnya merupakan sesuatu yang harus disadari oleh peserta didik sebagai kebutuhan dan kewajiban yang harus selalu dilaksanakan dalam menjaga keharmonisan kehidupan.
Minimalnya peran agama, tampak jelas pada UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab X tentang Kurikulum pasal 37 ayat (1) kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat 10 bidang mata pelajaran, dimana disana terlihat bahwa pendidikan agama tidak menjadi landasan bagi bidang pelajaran lainnya. Hal ini berdampak pada tidak terwujudnya tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan diri untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Agama sebagai dasar pijakan umat manusia memiliki peran yang sangat besar dalam proses kehidupan manusia. Agama telah mengatur pola hidup manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan sesamanua.
Agama selalu mengajarkan yang terbaik dan tidak pernah menyesatkan penganutnya. Untuk itu sebagai benteng pertahanan diri anak didik dalam menghadapi berbagai tantangan di atas, kiranya untuk menanamkan pendidikan agama yang kuat dalam diri anak, sehingga dengan pendidikan agama ini, pola hidup anak akan terkontrol oleh rambu-rambu yang telah digariskan agama dan dapat menyelematkan anak agar tidak terjerumus dalam jurang keterbelakangan mental.
Pendidikan agama merupakan suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh umat manusia dalam rangka meningkatkan ketaqwaan kepada sang khalik dan dapat membedakan mana yang haq dan bathil sehingga mencapai hidup yang bhagia baik didunia maupun diakhirat.
Pendidikan agama  di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melaui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama sehingga mejadi manusia yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Zakiah Daradjat 1996  salah satu Tujuan Pendidikan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT.
Sedangkan (Mahmud Yunus 1996) mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang dewasa supaya menjadi seorang manusia sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anak didik yang sanggup hidup di atas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
(Rahman Arief 2011) Pertumbuhan anak diusia dini sangat menentukan. Apa yang terbentuk diusia itu akan mempengaruhi tingkat kecerdasan dari watak/kepribadian anak selanjutnya. Oleh karena itu diperlukan pendidikan agama diusia dini yang amat penting dan strategis. Disisi lain, hingga saat ini banyak kalangan  orang tua yang belum menyadari hal tersebut, sehingga kadan tanpa disadari anak atau terdidik diperlakukan secara keliru yang pada akhirnya dapat meruak atau menghambat pertumbuhan karakter dan pertumbuhan anak. Oleh karena itu makanya diperlukan upaya-upaya untuk memperbaikinya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan metode yang tepat.
Terdapat beberapa upaya-upaya yang telah diajarkan oleh agama khususnya agama islam, yaitu diantaranya (Haryanto Putra 2011):
a)      Kewajiban untuk belajar dari setiap muslim
b)      Petunjuk untuk belajar sepanjang hidup dimulai sejak dini ( ayunan)
c)      Perintah mengajari anak atau anak didik untuk tidak musyrik kepada Allah SWT.
d)     Perintah mengajari anak atau anak didik untuk melakukan hal-hal yang diwajibkan oleh agama misalnya shalat, puasa, dan kewajiban lainnya.
Dengan demikian, penanaman sikap atau kepribadian seorang anak atau pendidik terhadap implikasinya dalam pendidikan agama akan membuahkan hasil yang maksimal apalagi bila dilakukannya pada saat anak didik masih belia atau usia dini.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Kesimpulan  dari hasil pembahasan diatas adalah peran keluarga atau pola asuh orangtua dan pendidikan agama dalam implikasinya  terhadap pendidikan seorang anak adalah keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dari anak. Dimana anak mendapatkan pendidikan sejak dalam kandungan sampai dengan mendapatkan pendidikan formal. Dalam menyukseskan pendidikan,keluarga berperan dalam memberikan pendampingan dan memberikan pilihan kepada anaknya untuk masalah pendidikan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik anak.
Disamping itu diperlukan pula Agama sebagai dasar pijakan atau benteng pertahanan diri seorang anak dalam menghadapi berbagai tantangan, kiranya untuk menanamkan pendidikan agama dalam diri anak sehingga dapat mengontrol diri dan sehingga anak dapat bahagia dalam hidupnya baik itu didunia maupun diakhirat.

B.     Saran
Dari makalah ini, penulis ingin menyampaikan bahwa peran orangtua sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan terhadap anak . Dimana keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Oleh karena itu, orangtua harus berperan aktif  dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, selain itu diperlukan pula pendidikan agama untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa.



DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 885.
Syansu Yusuf LN, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2005), hal.25.
Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), hal. 19.
Dra.Kartini, Keluarga Lembaga Pertama Dalam Kehidupan, (Yogyakarta: Kanisius,1992), hal 92.
Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, Cet ke-15, 1996), hal 56.
Umar Hasyim, Anak Sholeh ( Cara Mendidik Anak Dalam Islam), (Surabaya: PT Bina Ilmu 1993), Jilid 2, hal 86.
Shocib Muhammad, Pola Pengasuhan Terhadap Anak, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta 2000) , hal 15.
Tarmuji, Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta: Toha Putra 1991), hal 35.
Bernand, Bimbingan Orang Tua Terhadap Anak, (Bekasi: Pustaka Inti,1964), hal 31.
Singgih Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta : PT. Bpk, Gunung Mulia,1995), cet ke-7, hal 87.
Shocib Muhammad, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri Anak, ( Jakarta: PT Rieneka Cipta ,1998), hal 6.
Thomas Gordon, Menjadi Orang Tua Efektif, (Jakarta: Gramedia 1991) hal.127
Marcon Hady, Pengantar Psikologi Anak,( Jakarta :Erlangga), hal 131.
Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta : Gunung Agung 1976), hal 163.
Paul Hauch, Psikologi Anak & Orangtua,1889 Hal 50-52.


Ahmad Sofyan, Panduan Mendidik Remaja Masa Kini (The Best Parents in Islam),(Jakarta : Lintas Pustaka 2002), hal 75.

Umar Hasyim, Anak Sholeh (Cara Mendidik Anak Dalam Islam),( Surabaya : PT Bina Ilmu 1993), jilid, hal 86.

Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional Pasal 1.

Ramayulis , Ilmu Pendidikan Islam ,( Jakarta : Kalam Mulia 2008), hal.64.

Ikshan Faud, Dasar-Dasar Pendidikan,(Jakarta : Balai Pustaka 2005), hal 7

Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab X Tentang Kurikulum Pasal 37 ayat (1).
Arisandi.2011.Peran Keluarga dan Masyarakat dalam Pendidikan. http://dedisugiyono.wordpress.com/2009/01/19/peran-keluarga-dalam-pendidikan-usia-dini/, diakses tanggal 5 Maret 2012.

Sugiyono,Dedi. 2009. Peran Keluarga dalam Pendidikan Usia Dini.http://dedisugiyono.wordpress.com/2009/01/19/peran-keluarga-dalam-pendidikan-usia-dini/diakses tanggal 5 Maret 2012.

 Abidin, Zainal. 2010. Peran Keluarga dalam Pendidikan.http://www.masbied.com/2010/06/05/peranan-keluarga-dalam-pendidikan/, diakses tanggal 7 maret 2012. 

Mahmud Yunus, Pendidikan Islam Terhadap Anak, (Jakarta : Arcan 1996), hal 94.
Nama Penanya dan Pertanyaannya
1.      Andi Muliana              : Bagaimanakah sikap orangtua terhadap anak dengan kondisi keluarga broken home?.
2.       Andi Evy Jayanti       : Apakah yang melatarbelakangi orangtua memilih salahsatu pola asuh untuk anaknya, kemudian sertakan kelebihan dan kekurangan pola asuh tersebut.?
Apakah yang dimaksud otoriter dan mal adaptif ?
3.      Azhar Mz                    : Bagaimanakah peran agama terhadap pendidikan, kemudian mengapa dalam pola asuh otoriter perempuan menjadi dependen.
4.      Habluddin                   : Pola asuh yang seperti apakah yang baik untuk anak sertakan pula kekurangan dan kelebihannya?
5.      Fitri Ameliyah             : Pola asuh yang manakah yang baik yang diterapkan oleh ibu tiri kepada anaknya, yang dimana ibu tiri identik dengan kekerasan.



Artikel Terkait

Diskusi tentang implikasi pola asuh orangtua dan pendidikan agamaterhadap proses pendidikan - Psikologi Pendidikan
4/ 5
Oleh

Berlangganun

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email