BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh
ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis, wanita dan pria serta anak-anak
yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan dikemudikan oleh orang
tua. Alam mempercaykan pertumbuhan serta perkembangan anak peda mereka pada
mereka.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Orang
tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak memperoleh pendidikan
untuk yang pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari
orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari.
Sebagaimana dikemukakan yang diungkapkan oleh ( Dra. Kartini
Kartono 1992, hlm 19), “keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan
anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk social. Dalam
keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga
memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak”.
Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu problem yang
amat menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak-anaknya
yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara
kehidupan dan kesehatannya serta mendidiknya dengan ketulusan dan cinta kasih.
Secara umum tanggung jawab mengasuh anak adalah tugas kedua orangtuanya.
Pengertian mengasuh anak adalah mendidik, membimbing dan
memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihannya, atau pada
segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai batas bilamana si anak
telah mampu melaksanakan keperluannya yang vital, seperti makan, minum, mandi
dan berpakaian (Umar Hasyim 1993 Hal 86).
Dalam mencapai tujuan pendidikan tidak hanya bergantung pada
proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Keluarga dan masyarakat juga
sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Sekolah, keluarga, dan
masyarakat harus bekerjasama dengan baik dalam mengupayakan tercapainya tujuan
pendidikan. Keluarga berperan dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian
anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina
kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam masyarakat
Dalam perkembangannya istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi
dewasa. ( Umar Hasyim 1993, Hlm 84) Dengan demikian pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok untuk membina
seseorang sesuai dengan norma dan kebudayaan dalam masyarakat.
Keluarga sendiri merupakan tempat pertama dan terdekat dari
anak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam keluarga anak akan mendapatkan adab
kemanusiaan yang berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Oleh
karena itu, pendidikan dalam keluarga dan yang diberikan oleh orang dalam
keluarga akan sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas
permasalahan yang dapat ditarik adalah :
a. Apa pngertian pola asuh orang tua?
b. Apakah tipe pola asuh orangtua ?
c. Apakah macam-macam pola asuh
orangtua ?
d. Bagaimana implikasi pola asuh orang
tua terhadap pendidikan seorang anak ?
e. Bagaimanakah peran agama terhadap
pendidikan ?
C.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penuliasan
makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran implikasi pola asuh orang tua dan pendidikan
agama terhadap proses pendidikan serta
keterkaitan pola asuh orang tua terhadap kelangsungan pendidikan seorang anak
baik itu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Adapun manfaat dari pembuatan
makalah ini adalah kami mengharapkan pembuatan
makalah kami dapat bermanfaat bagi pembaca, menambah pengetahuan dan wawasan
baru serta menjadi acuan bahwa penerapan pola asuh orang tua dan implikasinya
terhadap pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap masa depan anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pola
Asuh Orang tua
1. Pengertian
Pola Asuh Orang tua
Setiap
orang menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian yang baik, Sikap
mental yang sehat dan sikap yang terpuji. Orangtua sebagai pembentuk pribadi
yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya. Sebagaimana
yang dinyatakan oleh (Zakiyah Daradjat, 1996, Hlm 56 ) bahwa “Kepribadian orang tua, sikap dan cara
hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk
kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh.
Pola asuh
terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Menurut Kamus Besar Indonesia,
“pola corak, model, model, system, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.
Sedangkan
kata “asuh dapat diartikan menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu, melatih Dan memimpin) badan atau lembaga. Lebih jelasnya kata
asuh mengcakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan,
dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya
secara sehat.
Pengasuhan menurut (Schochib,2000,hlm 15) adalah
orang yang melaksanakan tugas membimbing,memimpin, atau mengelola. Pengasuhan
yang dimaksud disini adlah mengasuh anak. Menurut darajat mengasuh anak
maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minum,
pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode pertama sampai dewasa.
Pola asuh
orang tua yang diterapkan pada anak dan
bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat
dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. Orang tua memiliki cara dan
pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut
tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Dengan pengertian diatas dapat
dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang
dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Pola asuh orang
tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antar anak dan orang tua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, mengbimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan
norma yang berlaku dalam lingkungan
setempat dan masyarakat.
Orang tua mempunyai peran yang
sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh
bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya
dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
yang ada dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda
dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang
tua (Gunarsa, 2002, hlm. 86).
Keluarga
merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh
keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar
artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses
perkembangan anak.
Salah satu faktor dalam keluarga
yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik
pengasuhan anak. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Brown (1961: 76) yang
mengatakan bahwa keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima
kehadiran anak. Jadi, pola asuh orang tua secara mendetail adalah suatu
keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud
menstimulasi anaknya dengan tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang
dianggap Paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat dan optimal.
B. Tipe
pola asuh orangtua
Orang tua mempunyai berbagai macam
fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam
mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya.
Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam
memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut
tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknyayang berbeda-beda, karena
orangtua mempunyai pola pengasuhan tertentu (Tarmuji,1991).
Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi
yaitu Directive behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi
searah dimana orangtua menguraikan peran anak dan memberithau anak apa yang
mereka lakukan dimana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas. Supportive Behavior melibatkan
komunikasi dua arah dimana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan,
membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku
anak (Shochib,2000,117).
Menurut Bernhard (1964: 31) sebagai
pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orangtua sangant berperan dalam
meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anaknya. Orangtua juga dapat
merealisasikan dan menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati anak-anak agar
memiliki dasar-dasar dalam pengembangan diri.
Dengan
upaya ini berarti oarng tua merealisasikan undang-undang No.11 tahun 1989
tentang system pendidikan nasional (UUSPN)yang menyebutkan pendidikan dalam
keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mengcakup nilai moral
dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang
mengdukung kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota
keluarga yang bersangkutan.
C. Macam-macam
Pola Asuh Orang tua
Pendidikan
dalam keluarga perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dengan mengetahui dan
mencari pola asuh yang tepat bagi anak-anaknya, antara lain :
a. Pola
Asuh Otoritative (Otoriter)
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan sewenang-wenang”.
Menurut (singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, 1995, Hlm 87) pola asuh otoriter adalah suatu bentk pola
yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan
yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan
pendapatnya sendiri.
Menurut
Baumrind (1991) (dalam Parke & Locke,
1999) pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada
pengawasan oarngang tua atau control yang ditujukan kepada anak untuk mendapatkan
ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku,
dictator, dan memaksa anak untuk patuh terhadap aturan-aturan yang diberikan
oleh orangtua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan
dibalik aturan tersebut, serta cenderung mengekang keinginan anaknya.
Adapun
ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah (Kartini Kartono,1997 Hlm 19 ) :
1) Anak
harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
2) Orang
tua cenderung mencari keslahan-kesalahn anak dan kemudian menghukumnya.
3) Orang
tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak.
4) Jika
terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap
pembangkang.
5) Orang
tua cenderung memaksakan disiplin.
6) Orang
tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai
pelaksa.
7) Tidak
ada komunikasi antara orang tua dan anak.
Efek pola asuh otoriter
terhadap perilaku belajar anak (Syamsu Yusuf LN, 2005, Hlm 25) :
1) Anak
menjadi tidak percaya diri, kurang spontan, ragu-ragu dan pasif, serta memiliki
masalah konsentrasi dalam belajar.
2) Anak
menjalankan tugas-tugasnya hanya karena takut hukuman
3) Disekolah,
memiliki kecenderunagn berperilaku anti social, agresif , impulsive dan
perilaku mal adatif lainnya.
4) Anak
perempuan cenderung menjadi dependen.
5) Anak
merasa tidak bahagia, tidak terlatih untuk beriinisiatif, selalu tegang,
cenderung ragu.
6) Anak
tidak mampu menyelesaikan permasalahan atau problem
solving-nya kurang.
b.
Pola Asuh Autoritatif
(Demokratis)
Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang bercirikan adanya hak dan kewajiban
orangtua dan anak adalah sama dalam artian saling melengkapi, anak dilatih
untuk bertanggung jawab dan menentukan perialakunya sendiri agar dapat
berdisiplin.
Menurut
shochib (dalam yuniati,2003) orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis
banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas,
berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan
sehingga anak mempunyai kepuasan tersendiri dalam hokum untuk menegembangkan
kedisiplinan. Pola asuh demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak
yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan kognitif.
Orangtua juga memprioritaskan kepentingan anak
dan membimbing anak kearah kemandirian. Hal ini dilakukan orang tua dengan
lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Sebagaimna
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang berbunyi :
“Sesungguhnya
Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala urusan” (H.R Bukhari)
Adapun
cirri-ciri pola asuh demokratis adalah :
1) Menentukan
peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alas an-alasan
yang diterima.
2) Memberikan
pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik
agar ditinggalkan.
3) Memberikan
bimbingan dengan penuh perhatian
4) Dapat
menciptakan keharmonisan keluarga
5) Dapat
menciptakan suasana komunikatif antar orangtua dan anak serta sesame keluarga.
Efek
Pola asuh autoritatif terhadap perilaku belajar anak (Muhammad shocib 1998 Hlm
6) :
1)
Anak lebih
mandiri,tegas terhadap diri sendri dan memiliki kemampuan introspeksi serta
pengendalian diri.
2)
Mudah
bekerjasama dengan oranglain dan kooperatif terhadap aturan.
3)
Lebih percaya
diri akan kemampuannya menyelesaikan tuga-tugas.
4)
Merasa aman dan
menyukai serta semangat dalam tugas-tigas belajar.
5)
Memiliki
keterampilan social yang baik dan terampil menyelesaikan permasalahan.
6)
Tampak lebih
kreatif dan memiliki motivasi berprestasi.
Menyepakati
pola asuh yang paling efektif dalam keluarga adalah penting, karena pola asuh
pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang akan melandasi kepribadiannya dimasa
yang akan datang.
c. Pola
Asuh permissive (Pemanjaan)
Segala
sesuatu terpusat pada kepentingan anak, dan orangtua/pengasuh tidak berani
menegur, takut anak menangis dan khawatir anak kecewa. Terkadang orang tua
melakukan segala hal yang diinginkan oleh anaknya tanpa memikirkan dampak yang
akan terjadi terhadap anak tersebut.
Ciri-ciri
pola asuh permissive (pemanjaan) (Thomas Gordon,1994 Hlmn 127)
1) Adanya
kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya.
2) Anak
terkadang egois.
Efek
Pola Asuh Permisive terhadap perilaku belajar anak (Malcom Hardy 1986 Hlm 131) :
1) Anak
menjadi tanpak responsive dalalm belajar, namun kurang matang (manja),
impulsive dan mementingkan diri sendri, kurang percaya diri (cengeng) dan mudah
menyerah dalam menghadapi hambatan atau kesuliatan dalam tugas-tugasnya.
2) Tidak
jarang perilakunya disekolah menjadi agresif.
d. Pola
Asuh Indulgent (penelantaran)
(Muhammad
shocib 1998 Hlm 6) Efek Pola Asuh Indulgent / Laissez Faire (penelantaran). Pola
asuh seperti ini sendiri menelantarkan anak secara psikis, kuarang
memperhatikan perkembangan si anak, anak dibiarkan berkembang sendiri tanpa
megawasi perkembangan anak, orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya
sendiri karena kesibukan.
(Soegarda
Poebakawatja,1976 Hlm 163) Kata laissez faire berasal dari Bahasa Perancis yang
berarti membiarkan (leave alone).
Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu system dimana si pendidik
menganut kebijaksanaan non interference
(tidak ikut campur).
Pada
pola asuh ini anak dipandang sebagai mahluk hidup berpribadi bebas, anak adalah subjek yang dapat bertindak dan
berbuat sesuai dari hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan
menemukan sendiri apa yang diinginkannya . kebebasan sepenuhnya diberikan
kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh-tak acuh
terhadap anaknya.
Ciri-ciri
pola asuh Indulgent/Laissez faire (penelantaran)
1) Anak
bersifat nakal, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan.
2) Acuh
tak acuh atau cuek terhadap segala hal yang menyankut tentang dirinya.
(Paul
Hauck,1889 Hlm 50-52) Efek dari pola asuh Indulgent/ Laissez faire
(penelantaran)
1) Anak
dengan pola asuh ini paling potensial terlibat dalam kenakalan remaja seperti
penggunaan narkoba, merokok disusia dini dan tindak kriminal lainnya.
2) Impulsive
dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi pada suiatu aktivitas atau
kegiatan.
3) Anak
memiliki daya tahan terhadap frustrasi rendah.
Terdapat pula tipe
pola asuh menurut Haersey dan Blanchard (1978) (dalam Garliah
&Sary,2005),terdiri dari empat tipe yaitu :
1)
Telling
Perilaku orangtua yang directive-nya
tinggi dan supportive rendah disebut
dengan telling. Karena
dikarakteristikkan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dengan anak.
Dimana orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa, bagaiman, kapan dan
dimana anak harus melakukan berbagai tugas.
2)
Selling
Perilaku orangtua yang directive
dan supportive tinggi disebut dengan selling. Karena sebahagian besar arahan
yang ada diberikan oleh orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua
arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan
serta dorongan.
3)
Participating
Perilaku orangtua yang directive-nya
rendah dan supportive tinggi disebut participating, karena orangtua dan anak
saling membagi dalam membuat keputusan
melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk
berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan dan membuat
kesepakatan dengan orangtua pap yang harus dilakukan.
4)
Delegating
Perilaku orangtua yang directive
dan supportive rendah disebut dengan delegating, karena meskipun orangtua
tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun
anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan
kapan, dimana, dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.
D.
Peran Keluarga dan Implikasinya
Dalam Menyukseskan Pendidikan
(Ahmadi Sofyan 2002
Hlm 75) Peran keluarga terhadap pendidikan mungkin tidak terlalu signifikan
bagi sebagian anak, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa
merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga. Betapa tidak banyak anak
yang mengalami tindakan penyimpangan akibat tidak adanya penaungan, bimbingan,
dan himbauan dari keluarganya. Didalam keluarga tercermin jalinan kasih cinta
dalam ikatan emosional, darah dan kekerabatn yang sangat mendominasi (Dedi
Sugiyono 2009).
Paparan tersebut
keluarga diibaratkan percetakan akan menjadi apa hasil cetak tersebut sesuai
dengan percetakannya, begitu pula dengan keluarga akan menjadi apa seorang anak
kelak sesuai dari hasil asuhan keluarganya. Sebagian orang secara tidak sadar
mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalh sekunder, alias hanya sebagai
pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal telah didapatkan dibangku sekolah.
Logika ini tidak saja keliru secara etis, Tapi juga patut dipertanyakan pula
pandangan moralnya terhadap keluarga. Faktanya, keluarga justru merupakan
institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru dilengkapi dengan
nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolah.
(Arisandi 2011) Peran
orang tua dalam menyukseskan pendidikan anaknya antara lain dengan tidak
melakukan tindakan pengekang terhadap anaknya. Hal ini dikarenakan anak kita
bukanlah kita akan tetapi anak telah memiliki dunianya sendiri. Orangtua hanya
perlu melakukan pengarahan dan pengawasan terhadap anak. Pada fase remaja, anak
akan membutuhkan pengarahan dan pertimbangan dari kedua orangtuanya untuk
maslah kelanjuta pendidikannya. Disinilah orangtua perlu berperan dalam
pemilihan tempat pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan
kepribadian anaknya tanpa perlu pemaksaan kehendak kepada anak.
Pada fase remaja,
anak akan membutuhkan pengarahan dan pertimbangan dari kedua orangtuanya untuk
maslah kelanjutan pendidikannya. Disinilah orangtua perlu berperan dalam
pemilihan tempat
Pendidikan yang
tepat sesuai dengan karakteristik dan kepribadian anaknya tanpa perlu pemaksaan
kehendak kepada anak. Dari beberapa referensi yang kami dapatkan maka kami akan
mengelompokkan beberapa fungsi atau implikasi keluarga/orangtua dalam mendukung
pendidikan anak disekolah.
Fungsi
keluarga/orangtua dalam mengdukung pendidikan anak disekolah adalah sebgai
berikut (Laurence Steinberg, 10 Basic
principles of Good Parenting 2005 Hlm 24) :
1)
Orangtua dapat bekerjasama dengan
pihak sekolah untuk membantu proses perkembangan anak
2)
Sikap anak terhadap sekolah
sangat dipengaruhi oleh sikap orangtua terhadap sekolah, sehingga sangat
dibutuhkan kepercayaan orangtua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya
selama disekolah.
3)
Orangtua bekerjasama dengan guru
untuk mengatasi kesulitan belajar anak
4)
Orang tua harus memperhatikan
sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan
menghargai segala usahanya.
5)
Orangtua bersama anak
mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan diikuti oleh anak dan mendampingi
selama menjalani proses belajar dilembaga pendidikan.
Untuk dapat
menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orangtua harus memiliki kualitas
diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan.
Artinya orangtua
memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak,
membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat pengetahuan
tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak,
sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama
dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
E.
Peran Agama dan Implikasinya
Terhadap Proses Pendidikan
b.
Pengertian Pendidikan Agama
Sebelum dijelaskan
tentang pendidikan agama maka terlebih dahulu akan dikemukakan satu persatu
tentang penegrtian pendidikan dan pengertian agama.
Sesuai dengan Undang-undang republik Indonesia nomor 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 yang berbunyi :
pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian dirinya,
masyarakat bangsa dan Negara. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk
meningkatkan kepribadiannya untuk membina potensi-potensi dan pribadinya. ( Ikhsan Faud, Dasar-Dasar pendidikan hal : 7).
Istilah agama memiliki dua macam pengertian yaitu secar
bahasa dan sevara istilah. Pengertian agama
menurut bahasa sansekerta yang artinya haluan, peraturan, jalan atau kebaikan kepada
tuhan. Agama bersumber dari dua kata yaitu :
·
A :
yang berarti tidak
·
Gama : yang berarti kacau balau, tidak teratur
Jadi agama artinya adalah tidak kacau atau teratur.
c.
Peran pendidikan agama terhadap terhadap
proses pendidikan
Pendidikan yang ideal dapat
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan serta berupaya merekonstruksi
suatu peradaban adalah salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap
manusia. Hal ini merupakan pekerjaan wajib yang harus diemban oleh negara agar
dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dan fitrahnya serta mampu
mengembangkan kehidupannya jadi lebih baik dari masa kemasa (Ramayulis 2008 Hlm
64 .
Kesemuanya itu tidak luput dari
peran ilmu agama sebagai bentuk karakteristik dan mental peserta didik yang
berbudi luhur. Sehingga, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan teknologi, aspek-aspek
materi (hasil-hasil teknologian) dan kemajuan-kemajuan lainnya merupakan
sesuatu yang harus disadari oleh
peserta didik sebagai kebutuhan dan kewajiban yang harus selalu dilaksanakan
dalam menjaga keharmonisan kehidupan.
Minimalnya
peran agama, tampak jelas pada UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab X tentang
Kurikulum pasal 37 ayat (1) kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat 10 bidang mata pelajaran, dimana disana terlihat bahwa pendidikan agama
tidak menjadi landasan bagi bidang pelajaran lainnya. Hal ini berdampak pada
tidak terwujudnya tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan diri
untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Agama sebagai dasar pijakan umat manusia memiliki
peran yang sangat besar dalam proses kehidupan manusia. Agama telah mengatur
pola hidup manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhannya maupun berinteraksi
dengan sesamanua.
Agama selalu mengajarkan yang terbaik dan tidak
pernah menyesatkan penganutnya. Untuk itu sebagai benteng pertahanan diri anak
didik dalam menghadapi berbagai tantangan di atas, kiranya untuk menanamkan
pendidikan agama yang kuat dalam diri anak, sehingga dengan pendidikan agama
ini, pola hidup anak akan terkontrol oleh rambu-rambu yang telah digariskan
agama dan dapat menyelematkan anak agar tidak terjerumus dalam jurang
keterbelakangan mental.
Pendidikan agama merupakan suatu sistem pendidikan
yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh umat manusia dalam
rangka meningkatkan ketaqwaan kepada sang khalik dan dapat membedakan mana yang
haq dan bathil sehingga mencapai hidup yang bhagia baik didunia maupun
diakhirat.
Pendidikan agama
di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melaui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama sehingga mejadi manusia yang terus berkembang dalam
hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Zakiah Daradjat 1996 salah satu Tujuan Pendidikan ialah suatu yang
diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan
pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia
merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan
seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi
"insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh
rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena
taqwanya kepada Allah SWT.
Sedangkan (Mahmud Yunus 1996) mengatakan bahwa
tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang
dewasa supaya menjadi seorang manusia sejati, beriman teguh, beramal saleh dan
berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anak didik yang sanggup
hidup di atas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa
dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
(Rahman Arief 2011) Pertumbuhan anak diusia dini
sangat menentukan. Apa yang terbentuk diusia itu akan mempengaruhi tingkat
kecerdasan dari watak/kepribadian anak selanjutnya. Oleh karena itu diperlukan
pendidikan agama diusia dini yang amat penting dan strategis. Disisi lain,
hingga saat ini banyak kalangan orang
tua yang belum menyadari hal tersebut, sehingga kadan tanpa disadari anak atau
terdidik diperlakukan secara keliru yang pada akhirnya dapat meruak atau
menghambat pertumbuhan karakter dan pertumbuhan anak. Oleh karena itu makanya
diperlukan upaya-upaya untuk memperbaikinya secara sungguh-sungguh dengan
menggunakan metode yang tepat.
Terdapat beberapa upaya-upaya yang telah diajarkan
oleh agama khususnya agama islam, yaitu diantaranya (Haryanto Putra 2011):
a) Kewajiban
untuk belajar dari setiap muslim
b) Petunjuk
untuk belajar sepanjang hidup dimulai sejak dini ( ayunan)
c) Perintah
mengajari anak atau anak didik untuk tidak musyrik kepada Allah SWT.
d) Perintah
mengajari anak atau anak didik untuk melakukan hal-hal yang diwajibkan oleh
agama misalnya shalat, puasa, dan kewajiban lainnya.
Dengan demikian,
penanaman sikap atau kepribadian seorang anak atau pendidik terhadap
implikasinya dalam pendidikan agama akan membuahkan hasil yang maksimal apalagi
bila dilakukannya pada saat anak didik masih belia atau usia dini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil pembahasan
diatas adalah peran keluarga atau pola asuh orangtua dan pendidikan agama dalam
implikasinya terhadap pendidikan seorang
anak adalah keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dari anak. Dimana anak
mendapatkan pendidikan sejak dalam kandungan sampai dengan mendapatkan
pendidikan formal. Dalam menyukseskan pendidikan,keluarga berperan dalam
memberikan pendampingan dan memberikan pilihan kepada anaknya untuk masalah pendidikan
yang tepat dan sesuai dengan karakteristik anak.
Disamping itu diperlukan pula Agama sebagai dasar
pijakan atau benteng pertahanan diri seorang anak dalam menghadapi berbagai
tantangan, kiranya untuk menanamkan pendidikan agama dalam diri anak sehingga
dapat mengontrol diri dan sehingga anak dapat bahagia dalam hidupnya baik itu
didunia maupun diakhirat.
B.
Saran
Dari makalah ini,
penulis ingin menyampaikan bahwa peran orangtua sangat berpengaruh terhadap
proses pendidikan terhadap anak . Dimana keluarga merupakan pendidik pertama
dan utama. Oleh karena itu, orangtua harus berperan aktif dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
anak, selain itu diperlukan pula pendidikan agama untuk menghasilkan peserta didik
yang beriman dan bertaqwa.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), hal. 885.
Syansu
Yusuf LN, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung: Remaja Rosda
karya, 2005), hal.25.
Kartini
Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta
: Rajawali Press, 1992), hal. 19.
Dra.Kartini, Keluarga Lembaga Pertama Dalam Kehidupan,
(Yogyakarta: Kanisius,1992), hal 92.
Zakiyah
Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta :
Bulan Bintang, Cet ke-15, 1996), hal 56.
Umar
Hasyim, Anak Sholeh ( Cara Mendidik Anak
Dalam Islam), (Surabaya: PT Bina Ilmu 1993), Jilid 2, hal 86.
Shocib
Muhammad, Pola Pengasuhan Terhadap Anak,
(Jakarta: PT. Rieneka Cipta 2000) , hal 15.
Tarmuji,
Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta:
Toha Putra 1991), hal 35.
Bernand,
Bimbingan Orang Tua Terhadap Anak,
(Bekasi: Pustaka Inti,1964), hal 31.
Singgih
Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta : PT. Bpk, Gunung Mulia,1995), cet
ke-7, hal 87.
Shocib
Muhammad, Pola Asuh Orang Tua Dalam
Membantu Disiplin Diri Anak, ( Jakarta: PT Rieneka Cipta ,1998), hal 6.
Thomas
Gordon, Menjadi Orang Tua Efektif,
(Jakarta: Gramedia 1991) hal.127
Marcon
Hady, Pengantar Psikologi Anak,(
Jakarta :Erlangga), hal 131.
Soegarda
Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan
(Jakarta : Gunung Agung 1976), hal 163.
Paul
Hauch, Psikologi Anak & Orangtua,1889
Hal 50-52.
Ahmad Sofyan, Panduan Mendidik Remaja Masa Kini (The Best
Parents in Islam),(Jakarta : Lintas Pustaka 2002), hal 75.
Umar Hasyim, Anak Sholeh (Cara Mendidik Anak Dalam Islam),(
Surabaya : PT Bina Ilmu 1993), jilid, hal 86.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional Pasal 1.
Ramayulis , Ilmu Pendidikan Islam ,( Jakarta : Kalam
Mulia 2008), hal.64.
Ikshan Faud,
Dasar-Dasar Pendidikan,(Jakarta : Balai Pustaka 2005), hal 7
Undang-Undang
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab X Tentang
Kurikulum Pasal 37 ayat (1).
Arisandi.2011.Peran Keluarga dan Masyarakat dalam Pendidikan.
http://dedisugiyono.wordpress.com/2009/01/19/peran-keluarga-dalam-pendidikan-usia-dini/, diakses tanggal 5 Maret 2012.
Sugiyono,Dedi.
2009. Peran Keluarga dalam Pendidikan Usia Dini.http://dedisugiyono.wordpress.com/2009/01/19/peran-keluarga-dalam-pendidikan-usia-dini/, diakses tanggal 5 Maret
2012.
Abidin, Zainal. 2010. Peran Keluarga dalam Pendidikan.http://www.masbied.com/2010/06/05/peranan-keluarga-dalam-pendidikan/, diakses tanggal 7 maret 2012.
Mahmud Yunus, Pendidikan Islam Terhadap Anak, (Jakarta : Arcan
1996), hal 94.
Nama
Penanya dan Pertanyaannya
1. Andi
Muliana : Bagaimanakah sikap
orangtua terhadap anak dengan kondisi keluarga broken home?.
2. Andi Evy Jayanti : Apakah yang melatarbelakangi orangtua memilih salahsatu pola
asuh untuk anaknya, kemudian sertakan kelebihan dan kekurangan pola asuh
tersebut.?
Apakah yang dimaksud otoriter dan mal
adaptif ?
3. Azhar
Mz : Bagaimanakah peran
agama terhadap pendidikan, kemudian mengapa dalam pola asuh otoriter perempuan
menjadi dependen.
4. Habluddin : Pola asuh yang seperti
apakah yang baik untuk anak sertakan pula kekurangan dan kelebihannya?
5. Fitri
Ameliyah : Pola asuh yang
manakah yang baik yang diterapkan oleh ibu tiri kepada anaknya, yang dimana ibu
tiri identik dengan kekerasan.
Diskusi tentang implikasi pola asuh orangtua dan pendidikan agamaterhadap proses pendidikan - Psikologi Pendidikan
4/
5
Oleh
Azhar